Minggu, 18 November 2007

Matinya Gerakan Buruh?

Oleh : Imam Royani

Beberapa tahun terakhir, jarang mendengar buruh/serikat buruh (SB) menuntut kesejahteraan di perusahaan, seperti kenaikan upah, tunjangan-tunjangan dll. Aksi-aksi buruh memang tidak berhenti, tetapi perlawanan banyak keluar dari pabrik seperti tuntutan isu UMK atau aksi menolak kebijakan negara. Kalaupun terjadi aksi di tingkat pabrik, tuntutan yang sering adalah pesangon pun upah yang tidak di bayar. Kondisi ini berbeda dengan kondisi 1999-2002. Ada apakah dengan SB di tingkat pabrik?.
Beban terberat gerakan buruh saat ini adalah di tingkatan pabrik karena inti gerakan ada disana, selain sebagai wakil organisasi dari atasnya, SBTP ( Serikat Buruh Tingkat Pabrik) juga wakil anggota yang ada di bawahnya. Artinya, SBTP selain harus taat terhadap organisasi di atasnya, juga harus mengurus anggota dalam kesehariannya. Yang sering terjadi, gerakan antara yang di atas dan di bawah belum sejalan dan belum mampu menjawab tantangan riel yang dihadapi.
Kalau inti gerakan buruh itu ada di SBTP, sekarang-pun basis buruh di tingkat pabrik juga tidak dapat dijadikan modal kekuatan sepenuhnya oleh SB. Hal ini disebabkan karena semakin lenturnya hubungan kerja, dengan maraknya buruh kontrak dan outsourching. Dampaknya adalah daya tawar buruh sangat lemah dan basis keanggotaan -pun semakin berkurang. Memang sejak dulu kondisi ini sudah di lawan oleh berbagai pihak, tetapi sampai sekarang lebih banyak menuai kegagalan. Pertanyaan besar yang harus dijawab bersama harus bagaimanakah SB ke depan agar dapat keluar dari persoalan itu?
Harus diakui, kita selalu lambat dalam merespon tantangan dari luar yang mempengaruhi kondisi SB. Bukankah kondisi yang terjadi saat ini sudah kita prediksi sejak lama, bahwa akan terjadi situasi seperti saat ini? Tetapi kepekaan SB untuk bisa tanggap terhadap situasi, serta keberanian untuk mengambil langkah penyesuaian atas situasi, agar kita tidak tergilas oleh roda gila liberalisasi, diakui masih kurang. Sehingga walaupun situasi sudah berubah total, tapi organisasi kita juga belum berbenah, kebiasaan kita juga belum berubah.
Liberalisasi yang paling nyata dirasakan dampaknya oleh buruh dan SB adalah fleksibilitas tenaga kerja dengan maraknya buruh kontrak dan outsourching. Kita sadar basis buruh di pabrik akan habis dan tidak sesolid dulu, basis semakin sulit dikoordinasikan, karena buruh kerja dengan masa kerja pendek dan akan selalu berpindah dari satu pabrik ke pabrik lain. Karena kondisi ini tidak dapat dihindari, maka tawaran-tawaran strategis sangat dibutuhkan dalam rangka untuk menjawab dan mencarikan jalan keluar atas masalah ini. Bagaimanapun juga dalam posisi seperti ini serikat buruh tidak dapat meninggalkan tugasnya untuk tetap mengorganisir anggotanya, meningkatkan pendidikan anggotanya sebagai upaya menyebarkan informasi serta penanganan kasus untuk penguatan anggotanya, tentunya dengan selalu membangun sikap terbuka dan keinginan untuk saling belajar sangat dibutuhkan untuk mengembangkan strategi-strategi menghadapi arus liberalisasi. Karena kondisi seperti ini pada dasarnya adalah tantangan bagi gerakan buruh, yang seharusnya justru akan semakin mempertajam visi perjuangan buruh sebagai alat perlawanan bagi ketidakadilan.
*aktif di Yayasan Wahyu Sosial

0 komentar:

Posting Komentar

Posting Komentar