Sabtu, 29 Desember 2007

JERAT UPAH DAN KOMITMEN PEMERINTAH

Oleh : Jumali *

Pengusaha, pemerintah dan pekerja atau sering dikenal juga dengan istilah tripartit adalah tiga serangkai yang menjadi komponen utama dalam dunia ketenagakerjaan. Di dalam dunia pekerja upah yang layak dan kelangsungan kerja menjadi target utama. Di dunia pemerintah investasi dan pertumbuhan ekonomi menjadi hal yang sangat penting, sedangkan bagi pengusaha bertambahnya keuntungan dan bertambahnya modal yang paling pokok. Ketiga komponen tersebut tidak bisa bertindak sendiri-sendiri, karena ketiganya sangat berkait-erat dalam memajukan perekonomian bangsa. Tiga kepentingan yang berbeda inilah yang mengkondisikan bagaimana hubungan ketiganya ditentukan oleh kekuatan masing-masing dalam melindungi kepentinganya. Dalam posisi dimana terjadi perselingkuhan antara negara dan modal, dampaknya adalah pekerja selalu terpojok oleh dua kepentingan besar yang mengancam nasib dan eksistensi hidup mereka. Dari sinilah peran serikat buruh menjadi sangat penting, bagaimana mereka membangun kekuatan dalam rangka melindungi kepentingan mereka agar tidak terjarah oleh dua kekuatan lain.
Bentuk nyata dari hasil perselingkuhan pengusaha dan negara adalah penentuan standar upah murah yang diberlakukan saat ini melalui mekanisme upah minimum kabupaten/kota (UMK), padahal pada dasarnya upah merupakan ukuran utama kesejahteraan buruh. Upah murah merupakan bentuk nyata dari kekalahan pekerja dan serikat pekerja dalam pertarunganya dengan negara dan pengusaha dan dampak langsung dari pemberlakuan upah murah adalah semakin hilangnya kesejahteraan pekerja.
Berangkat dari kondisi inilah, penulis bersama kawan-kawan buruh yang tergabung dalam serikat pekerja nasional (SPN) Kota Pekalongan, berupaya untuk terus berjuang, dengan tidak terjebak dalam arah perjuangan yang hanya bergerak pada isu perjuangan kenaikan UMK, walaupun upah masih juga menjadi isu rutin yang tiap tahun disikapi. Adapun beberapa pengalaman yang sudah dilakukan penulis dan kawan kawan SPN kota pekalongan, dalam rangka untuk membangun kekuatan dan kesejahteraan buruh adalah : Pertama : tetap terlibat dalam dewan pengupahan, dengan catatan bahwa sikap kritis selalu menjadi pegangan. Hal-hal yang di anggap janggal terkait pengupahan dan tidak sesuai dengan kehendak organisasi, akan disikapi dan disosialisikan baik pada anggota maupun di kampanyekan pada khalayak umum melalui media masa yang ada.
Kedua : aksi-aksi penolakan keputusan UMK, selain berupaya untuk melibatkan serikat buruh lainya, juga diupayakan keterlibatan kelompok-kelompok diluar buruh untuk bersama-sama menolak upah, karena bagaimanapun keputusan upah rendah tidak hanya berdampak pada buruh secara perorangan saja, melainkan juga memiliki dampak secara sosial. Ketiga : menegosiasikan ulang keputusan politis UMK kepada pengusaha, dengan meminta perhitungan skala upah melalui perjanjian kerja bersama (PKB).
Persoalan diluar upah yang berdampak pada kesejahteraan buruh juga tidak luput dari sikap kritis SPN, salahsatunya adalah isu buruh kontrak, karena munculnya buruh kontrak juga bagian dari strategi pengusaha untuk menekan upah murah. Dalam rangka mensikapi buruh kontrak selain berupaya untuk menolak melalui PKB, SPN juga berupaya untuk menolaknya melalui peraturan daerah (PERDA), dengan harapan aturan dan regulasi yang jelas akan lebih bisa memberikan kepastian hukum bagi buruh.
Seperti di ketahui bersama bahwa keputusan UMK kota pekalongan tahun 2008 adalah RP.615.000, kalau disandingkan dengan kebutuhan riil buruh, besaran upah ini baru bisa menutupi kebutuhan makan buruh dan keluarganya, dalam situasi seperti secara sadar telah mendorong kesadaran bahwa sampai kapanpun, mendorong lahirnya kesejahteraan buruh melalui UMK akan sangat sulit. Kenapa demikian, karena semua perangkat undang-undang dan kebijakan negara memang didesain untuk memfasilitasi pengusaha, hal ini terjadi karena suara buruh sudah tidak lagi berdamak pada arah kebiajakan ketenagakerjaan, hilangnya suara buruh dari singgasana politik kebijakan bersamaan dengan kekuasaan orde baru, bersama hilangnya standar kemanusaiaan dalam penentuan upah bagi buruh.
Kesadaran yang coba dibangun ketika dialog tripartit tidak menjawab kebutuhan buruh, kesadaran yang dilahirkan adalah bahwa buruh pun adalah bagian dari warganegara, sama dengan petani, anak jalanan, dan kelompok miskin lainya yang memiliki kesempatan dan hak yang sama sebagai warganegara. Kesadaran ini mengilhami SPN untuk berupaya dengan gabungan eleman gerakan lain yang tergabung dalam Bapernas (Badan Pemberdayaan Masyarakat pada tahun 2007 berhasil mendorong lahirnya peraturan walikota (PERWAL) soal kemiskinan, disana diatur persoalan jaminan kesehatan, pendidikan garatis bagi rakyat miskin, termasuk didalamnya adalah buruh. Keberhasilan lain adalah keberhasilan SPN meminta pada pemerintah kota untuk menyediakan perumahan murah, yang mungkin bisa di akses oleh buruh, tahap pertama tidak kurang 20 rumah murah sudah bisa dinikmati oleh kawan-kawan SPN, untuk tahap selanjutnya akan dibuat rumah susun untuk buruh yang jumlahnya ratusan petak.
* Ketua Tim Advokasi SPN Kota Pekalongan dan Anggota Dewan Pengupahan Kota Pekalongan

0 komentar:

Posting Komentar

Posting Komentar