Minggu, 18 November 2007

MENGGUGAT PENGINGKARAN (WANPRESTASI) DALAM KONTRAK KERJA

Oleh: T Denny Septiviant, SH – direktur Legal Clinic for Labour Justice (LCLJ) Semarang

Yang dimaksud kontrak kerja disini, adalah kontrak kerja individual buruh dengan perusahaan. Sebagaimana pernah dibahas pada edisi I bulletin PIJAK ini. Dengan tidak mengecilkan Kesepakatan Kerja Bersama (KKB) –yang merupakan kesepakatan kolektif, tulisan ini tidak membahas KKB tersebut, sekedar untuk memudahkan pembahasan.

PERSIAPAN
Beberapa hal yang harus dipersiapkan buruh ketika harus mengajukan gugatan pengingkaran kesepakatan Kontrak Kerja : Pertama : buruh harus memahami benar bagian mana dari Kontrak Kerja tersebut yang dilanggar oleh perusahaan. Sehingga mutlak, ketika awal menandatangani kontrak kerja tersebut, buruh HARUS memiliki (meminta) salinan kontrak kerja tersebut; Kedua : buruh harus memiliki bukti-bukti formal (berupa dokumen, minimal 2 alat bukti) dan atau saksi-saksi (minimal 2 orang) yang mengetahui adanya pelanggaran kontrak kerja terkait point 1 (satu) di atas; Ketiga :buruh harus mempersiapkan surat gugatan yang berisi duduk perkara serta permohonan putusan kepada Majelis Hakim.

TAHAP-TAHAP ACARA PERADILAN PERDATA
Proses beracara dalam Pengadilan Perdata diatur dalam HIR dan UU No 14 tahun 1970, yang mencakup:
a. Penggugat memasukkan surat gugatan ke Pengadilan Negeri (PN) yang berwenang. Menurut pasal 118 HIR, ditentukan bahwa kewenangan PN yang berhak untuk memeriksa perkara adalah:
(1) PN dimana terletak tempat diam (domisili) Tergugat.
(2) Apabila Tergugat lebih dari seorang, maka tuntutan dimasukkan ke dalam PN di tempat diam (domisili) salah seorang dari Tergugat tersebut. Atau apabila terdapat hubungan yang berhutang dan penjamin, maka tuntutan disampaikan kepada PN tempat domisili sang berhutang atau salah seorang yang berhutang itu.
(3) Apabila Tergugat tidak diketahui tempat domisilinya atau Tergugat tidak dikenal, maka tuntutan dimasukkan kepada PN tempat domisili sang Penggugat atau salah seorang Penggugat. Atau apabila tuntutan tersebut mengenai barang tetap, maka tuntutan dimasukkan ke dalam PN yang dalam daerah hukumnya barang tersebut terletak.
(4) Tuntutan juga dapat dimasukkan ke PN yang telah disepakati oleh pihak Penggugat
b. Penggugat membayar biaya perkara (namun khusus untuk berperkara di PHI) berdasarkan UU No. 2/2004, Gugatan tidak memerlukan biaya perkara.
c. Penggugat mendapatkan bukti pembayaran perkara,
d. Penggugat menerima nomor perkara (roll).

Kemungkinan- kemungkinan yang dapat terjadi pada sidang pertama:
1. Penggugat hadir, tergugat tidak hadir
Pasal 125
(1) jikalau si Tergugat, walaupun dipanggil dengan patut, tidak menghadap PN pada hari yang telah ditentukan itu, dan tidak juga menyuruh seorang lain menghadap selaku wakilnya, maka tuntutan itu diterima dengan keputusan tak hadir, kecuali jika tuntutan itu melawan hak atau tidak beralasan.
2. Penggugat tidak hadir, Tergugat hadir
Pasal 124: jikalau si Penggugat, walaupun dipanggil dengan patut, tidak menghadap PN pada hari yang telah ditentukan itu, dan tidak juga menyuruh seorang lain menghadap selaku wakilnya, maka tuntutannya dipandang gugur dan si penggugat dihukum membayar biaya perkara; akan tetapi si penggugat berhak, sesudah membayar biaya tersebut, memasukkan tuntutannya sekali lagi.
3. Kedua belah pihak tidak hadir
Ada anggapan bahwa demi kewibawaan badan peradilan serta agar jangan sampai ada perkara yang berlarut-larut dan tidak berketentuan, maka dalam hal ini gugatan perlu dicoret dari daftar dan dianggap tidak pernah ada.
4. Kedua belah pihak hadir
Apabila kedua belah pihak hadir, maka sidang pertama dapat dimulai dengan sebelumnya hakim menganjurkan mengenai adanya perdamaian di antara kedua belah pihak tersebut.

Hak dan Kewajiban Hakim
Hak:
· Dalam hal pemberian nasehat
Pasal 119: Ketua Pengadilan Negeri berkuasa memberi nasehat dan pertolongan kepada Penggugat atau wakilnya tentang hal memasukkan surat gugatnya.
Pasal 132: Ketua berhak, pada waktu memeriksa, memberi penerangan kepada kedua belah pihak dan akan menunjukan supaya hukum dan keterangan yang mereka dapat dipergunakan jika ia menganggap perlu supaya perkara berjalan dengan baik dan teratur.
· Dalam hal kewenangan hakim:
Pasal 159 ayat (4): Hakim berwenang untuk menolak permohonan penundaan sidang dari para pihak, kalau ia beranggapan bahwa hal tersebut tidak diperlukan.
Pasal 175: Diserahkan kepada timbangan dan hati-hatinya hakim untuk menentukan harga suatu pengakuan dengan lisan, yang diperbuat di luar hukum.
Pasal 180
(1) Ketua PN dapat memerintahkan supaya suatu keputusan dijalankan terlebih dahulu walaupun ada perlawanan atau bandingnya, apabila ada surat yang sah, suatu tulisan yang menurut aturan yang berlaku yang dapat diterima sebagai bukti atau jika ada hukuman lebih dahulu dengan keputusan yang sudah mendapat kekuasaan yang pasti, demikian juga dikabulkan tuntutan dahulu, terlebih lagi di dalam perselisihan tersebut terdapat hak kepemilikan.
(2) Akan tetapi dalam hal menjalankan terlebih dahulu ini, tidak dapat menyebabkan seseorang dapat ditahan.
Kewajiban:
· Dalam hal pembuktian:
Pasal 172: Dalam hal menimbang harga kesaksian, hakim harus menumpahkan perhatian sepenuhnya tentang permufakatan dari saksi-saksi; cocoknya kesaksian yang diketahui dari tempat lain tentang perkara yang diperselisihkan; tentang sebab-sebab yang mungkin ada pada saksi itu untuk menerangkan duduk perkara dengan cara begini atau begitu; tentang perkelakuan adat dan kedudukan saksi, dan pada umumnya segala hal yang dapat menyebabkan saksi-saksi itu dapat dipercaya benar atau tidak.
Pasal 176: Tiap-tiap pengakuan harus diterima segenapnya, dan hakim tidak bebas untuk menerima sebagian dan menolak sebagian lagi, sehingga merugikan orang yang mengaku itu, kecuali orang yang berhutang itu dengan maksud akan melepaskan dirinya, menyebutkan perkara yang terbukti dengan kenyataan yang dusta.
Dalam hal menjatuhkan putusan:
Pasal 178
(1) Hakim karena jabatannya, pada waktu bermusyawarah wajib mencukupkan segala alasan hukum, yang tidak dikemukakan oleh kedua belah pihak.
(2) Hakim wajib mengadili atas seluruh bagian gugatan.
(3) Ia tidak diijinkan menjatuhkan keputusan atas perkara yang tidak digugat, atau memberikan lebih dari yang digugat.
Dalam hal pemeriksaan perkara di muka pengadilan:
Pasal 372:
(1) Ketua-ketua majelis pengadilan diwajibkan memimpin pemeriksaan dalam persidangan dan pemusyawaratan.
(2) Dipikulkan juga pada mereka kewajiban untuk memelihara ketertiban baik dalam persidangan; segala sesuatu yang diperintahkan untuk keperluan itu, harus dilakukan dengan segera dan seksama.

CATATAN AKHIR
Dalam berperkara di Peradilan memang mau tak mau buruh harus belajar walau sedikit mengenai hukum Acara Perdata (prosedur persidangan). Dalam beberapa dialog dengan Buruh yang berperkara, hampir semua merasa kesulitan terhadap hukum acara tersebut. Cara yang paling praktis untuk menghindari hal tersebut, buruh harus berkonsultasi dengan Advokat yang paham akan hak-hak buruh serta prosedur hukum acara perdata. Sehingga, walau mereka maju sendiri ke persidangan, namun mendapat bekal pengetahuan yang cukup.

0 komentar:

Posting Komentar

Posting Komentar