Minggu, 18 November 2007

REFLEKSI PENGALAMAN PSP SPN PT SAI APPAREL dalam MENGHADAPI BURUH KONTRAK

Oleh : Heru Budi Utoyo*

Tidak berbeda dengan pabrik-pabrik lain pada umunya, PT Sai Apparel Semarang pun memberlakukan sistem yang sama, mencoba untuk merubah pola relasi hubungan kerja dengan sistem buruh kontrak (BK). Seiring berjalanya waktu jumlah buruh kontrak akan terus mengalami pertambahan, karena setiap hari minimal 10 buruh kontrak baru di rekrut. Sebagai konsekwensinya buruh tetap akan terus berkurang, PHK akan terus terjadi dengan berbagai alasan, pada saat tulisan ini dibuat 5 orang buruh tetap sedang dalam kasus, 3 orang diantaranya prosesnya sudah sampai 3 kali sidang mediasi, surat anjuran yang muncul dari sidang tripartit adalah buruh dipekerjakan kembali, tapi respon pengusaha tidak jelas.
Satu-satunya SP yang ada di perusahaan ini adalah Serikat Pekerja Nasional (SPN). Sejak awal, SP ini sangat keras menolak praktek BK, baik menolak di sisi kebijakan, maupun pada praktek pelaksanaannya. Tetapi kondisi berbicara lain, praktek BK terus berjalan tanpa bisa terelakan, ketika SP dengan tegas menolak, setrategi yang dilakukan pengusaha adalah dengan menghadapkan mereka dengan calon buruh baru, dikesankan seolah SP menolak buruh baru, walaupun pada dasarnya yang ditolak adalah sistemnya yaitu BK. Dalam kondisi yang demikian, beberapa hal yang dilakukan dalam rangka membangun benteng kekuatan buruh adalah:
Pertama : melibatkan BK menjadi anggota SP, walaupun pada awalnya ada pertentangan dengan pengusaha, tapi akhirnya dapat diterima juga. Kedua : mengatur ketentuan terkait dengan kesejahteraan yang sama antara BK dan buruh tetap dalam PKB. Ketiga : memberikan kesempatan, keterlibatan dan hak yang sama dalam SP, misalkan bagaimana keterlibatan BK dalam aksi-aksi demonstrasi yang dilakukan oleh SPN.
Tidak terhitung lagi masalah yang muncul dan masuk SP, tapi dua hal mendasar dalam penanganan kasus yang dilakukan oleh SP. Pertama : kasus-kasus yang berkait dengan buruh tetap tidak berujung pada PHK, karena hal ini berdampak pada posisi tawar SP yang semakin lemah. Kedua : kasus BK selain soal keberlangsungan kerja, yang paling mendasar adalah bagaimana hak-haknya bisa terpenuhi sama seperti buruh tetap. Sebagian BK yang terkena kasus akhirnya dipekerjakan kembali, karena kebiasaanya pengusaha keberatan untuk membayar sisa kontrak. Ketiga : Sebagian besar kasus bisa diselesaikan secara bipartite.
Hal mendasar dalam berunding, SP bersikap lunak dalam persidangan kalau kasus memiliki pijakan hukum yang jelas, dan SP akan bersikap tegas dalam berunding manakala kasus buruh tidak memiliki pijakan hukum yang jelas. Hanya beberapa persoalan yang sampai diproses ke tingkat tripartite, pengalaman yang ada tripartite justru tidak cukup memberikan jawaban atas masalah yang dihadapi, alih-alih perundingan bipartite-lah yang menyelesaikan.
Pilihan atas strategi negosiasi secara bipartite, berangkat dari pembacaan atas tidak efektif strategi konfrontasi/demonstrasi, selain mengingat lemahnya basis hukum dan perangkat pelaksanaannya, resiko terhadap kemungkinan buruh ter-PHK sangat besar, pandangan inilah yang menjadikan negosiasi banyak dipilih dan dilakukan. Untuk menguatkan bagaimana kekuatan negosiasi bisa efektif, setrategi yang dibangun adalah dengan mencoba untuk membangun pola hubungan secara lunak tidak selalu harus konfrontasi.
Untuk kasus-kasus yang sifatnya khusus, baru dan besar SP selalu berusaha untuk mensosialisasikan sebagai bahan pendidikan bagi anggota, media yang mencoba untuk dibuat adalah dengan menggelar rapat anggota maupun dengan media buletin. Hal paling prinsip dari penanganan kasus bagi SP adalah bagaimana kasus bisa menjadi bagian dari proses penguatan serikat. Untuk itu keterlibatan buruh lain yang tidak terkena kasus baik dalam pendiskusian, penyusunan setrategi sampai aksi mutlak dibutuhkan. Keterlibatan buruh lain, selain berfungsi untuk memberikan dukungan bagi buruh yang terkena kasus, fungsi lainya adalah pendidikan secara langsung bagi Anggota.
Langkah lain yang juga coba dibangun SPN kota semarang adalah dengan berjuang melalui mekanisme prosedur hukum yang berlaku, hal ini ditunjukkan dengan adanya lowyer tetap yang dimiliki oleh SPN kota semarang. Tugas lowyer bukan hanya sebatas advokasi kasus yang ada di PSP-PSP SPN se-kota semarang saja, melainkan juga berfungsi untuk pendidikan hukum bagi anggota dan konsultasi hukum mengenai kasus yang sedang di hadapi. Walaupun ada lowyer tetap, setiap kasus yang ada masih membutuhkan serikat sebagai pendamping utama.
* Ketua PSP SPN PT Sai Apparel, Semarang.

0 komentar:

Posting Komentar

Posting Komentar