Sabtu, 02 Agustus 2008

Selama 2001, Terjadi 195 Aksi Buruh di Jawa Tengah


Semarang, Sinar Harapan Aksi buruh, seperti unjuk rasa dan mogok kerja, masih menjadi potret buram kondisi buruh di Jawa Tengah selama tahun 2001. Setidaknya telah terjadi 195 kali aksi dan melibatkan 44.250 buruh.
Maraknya aksi yang dilakukan buruh tersebut masih berkaitan dengan masalah upah. Masalah tersebut masih menjadi isu utama dari tuntutan buruh. Tercatat, 29,01 persen tuntutan berkaitan dengan upah, terutama tunjangan dan kenaikan sesuai UMP, setelah itu isu PHK (9,88 persen) dan status (7,41 persen). ”Tapi ironisnya, upah yang sangat minim saja masih banyak pengusaha yang belum memenuhi, meski para buruh sudah melakukan berbagai bentuk aksi untuk menuntut perbaikan upah mereka,” ujar Ketua Yayasan Wahyu Sosial (Yawas) Semarang, Ali Anshori, kepada SH di Semarang, Rabu (26/12). Dominannya aksi-aksi buruh, menurut Ali, karena selama tahun 2001 para pengusaha di Jawa Tengah masih banyak melakukan manipulasi dalam perhitungan Kebutuhan Hidup Minimum (KHM) buruh, penentuan persentase UMP dari KHM yang mereka tentukan sendiri, juga manipulasi terhadap penghitungan UMP yang didasarkan pada Indeks Harga Konsumen (IHK). Hasil survei Yayasan Wahyu Sosial dengan melibatkan buruh langsung dari berbagai pabrik, kata Ali, menemukan angka KHM sebesar Rp 423.797 di mana dengan UMP Rp 243.000 berarti baru memenuhi 55,2 persen KHM. Menyinggung kasus PHK yang dialami buruh, Ali menyebutkan, selama setahun terakhir di Jawa Tengah setidaknya telah terjadi 17 kasus PHK dan memakan korban sebanyak 5.088 buruh. ”Sebagian besar kasus terjadi karena buruh melakukan aksi mogok (29,63 persen) dan alasan yang tidak jelas (29,63 persen), sedangkan tindakan PHK yang disebabkan rasionalisasi yang selama ini sering disebut terjadi dalam 4 kasus,”kata Ali. Selain hal tersebut di atas, sambung Ali, persentasi PHK karena mogok dan kegiatan berorganisasi juga cukup tinggi. Hal ini menurutnya menggambarkan kerepresifan pengusaha terhadap perlawanan buruh. Pada kesempatan tersebut, Ali menyayangkan sikap pengusaha dalam menghadapi, merespons, atau meredam perlawanan buruh. Pengusaha masih mengandalkan cara-cara lama, seperti struktur perusahaan, pola perekrutan, hubungan kerja, fasilitas mes, kooptasi aktivis, blokir lowongan kerja bagi eks buruh aktivis, buruh sebagai intel perusahaan, diskriminasi, manipulasi krisis ekonomi, kriminalisasi, kebebasan berserikat, dan stigmatisasi. (yud)
Berita dari SINAR HARAPAN
http://www.sinarharapan.co.id/berita/0112/27/nus01.html

0 komentar:

Posting Komentar

Posting Komentar